"Dadong-dadong Kakine Dija..?, Tiyang Jani Mapangarah, Buwin Selae Dina Galungan, Mebuwah Nyen Apang Ngeed, Ngeed, Ngeed...!"
Lalu diperciki tirtha pada tanaman dan di isi tape, kuwe lak-klak, bubur dan lain sebagainya pada tanaman tersebut lengkap dengan ritual lainnya.
Setiap kali perayaan hari Tumpek Wariga, doa sederhana itu senantiasa terngiang di telinga Kita Ketika Saya masih kecil, Niyang/Nenek memang sering mengajak saya ikut mengupacarai sejumlah pepohonan dirumah, terutama yang menghasilkan buah. Doa itu mengandung penghargaan agar sang pohon bisa berbuah lebat (nged) sehingga bisa digunakan untuk keperluan upacara hari raya Galungan yang jatuh 25 hari berikutnya.
Dalam konsepsi Hindu, saat Tumpek Pengatag - dikenal juga sebagai Tumpek Wariga, Tumpek Uduh atau Tumpek Bubuh dihaturkan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Sangkara, Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan yang dikonkretkan melalui mengupacarai pepohonan. Memang, menurut tradisi susastra Bali, yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan hidup dan memberikan hasil kepada manusia adalah Hyang Sangkara. Karenanya, ucapan syukur dan penghormatan kepada Hyang Sangkara mesti dilakukan manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh tumbuhan. Dengan demikian, sejatinya, perayaan hari Tumpek Pengatag memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Pada Tumpek Pengatag, momentum kasih dan sayang kepada alam itu diarahkan kepada tumbuh-tumbuhan. Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia. Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Mulai dari pangan, sandang hingga papan.
Karena itu pula, tradisi perayaan Tumpek Pengatag tidaklah keliru jika disepadankan sebagai peringatan Hari Bumi ala Bali. Tumpek Pengatag merupakan momentum untuk merenungi jasa dan budi Ibu Bumi kepada umat manusia. Selanjutnya, dengan kesadaran diri menimbang-nimbang perilaku tak bersahabat dengan alam yang selama ini dilakukan dan memulai hari baru untuk tidak lagi merusak lingkungan.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa para tetua Bali di masa lalu telah memiliki visi futuristik untuk menjaga agar Bali tak meradang menjadi tanah gersang dan kering-kerontang akibat alam lingkungan yang tak terjaga. Bahkan, kesadaran yang tumbuh telah pula dalam konteks semesta raya, tak semata Bali. Visi dari segala tradisi itu bukan semata menjaga kelestarian alam dan lingkungan Bali, tetapi juga kelestarian alam dan lingkungan seluruh dunia. Istimewanya, segala kearifan itu muncul jauh sebelum manusia modern saat ini berteriak-teriak soal upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Jauh sebelum dunia menetapkan Hari Bumi, tradisi-tradisi Bali telah lebih dulu mewadahinya dengan arif.
Hanya memang, perayaan Tumpek Pengatag sebagai Hari Bumi ala Bali menghadirkan ironi tersendiri. Dalam berbagai bentuk, ritual dan tradisi itu berhenti pada wujud fisik upacara semata, dampak keterjagaan terhadap lingkungan Bali tak tampak secara signifikan. Kenyataannya, alam Bali tiada henti tereksploitasi.
Karenanya, akan menjadi menawan, bila Tumpek Pengatag tak semata diisi dengan menghaturkan banten pengatag kepada pepohoran, tapi juga diwujud-nyatakan dengan menanam pohon. serta menghentikan tindakan merusak alam lingkungan. Dengan begitu, Tumpek Pengatag yang memang dilandasi kesadaran pikir visioner menjadi sebuah perayaan Hari Bumi yang paripurna. Bahkan, manusia Bali bisa lebih berbangga, karena peringatan Hari Bumi-nya dilakonkan secara nyata serta indah menawan karena diselimuti tradisi kultural bermakna kental.
Untuk Itu Mari Kita Renungkan Bersama :
1. Sudahkan kah Saya Menanam Pohon dan Menjaga Pohon yang Saya Tanam...?
2. Berapa Pohon kah yang Telah saya Tebang untuk kebutuhan hidup saya....?
3. Berapa % Kah saya Berhasil Mengembalikan Pohon yang selama ini saya Tebang untuk kembali menjaga ekosistem di bumi ini..?
4. Sudahkah saya berhemat dalam pemakaian Resources dari alam...?
5. Mari bersama-sama Selamatkan Bumi kita Untuk Anak Cucu Kita.
Tumpek Kandang - Tumpek Celeng - Menanam Pohon Wujud Nyata Sadar Lingkungan
Lalu diperciki tirtha pada tanaman dan di isi tape, kuwe lak-klak, bubur dan lain sebagainya pada tanaman tersebut lengkap dengan ritual lainnya.
Setiap kali perayaan hari Tumpek Wariga, doa sederhana itu senantiasa terngiang di telinga Kita Ketika Saya masih kecil, Niyang/Nenek memang sering mengajak saya ikut mengupacarai sejumlah pepohonan dirumah, terutama yang menghasilkan buah. Doa itu mengandung penghargaan agar sang pohon bisa berbuah lebat (nged) sehingga bisa digunakan untuk keperluan upacara hari raya Galungan yang jatuh 25 hari berikutnya.
Dalam konsepsi Hindu, saat Tumpek Pengatag - dikenal juga sebagai Tumpek Wariga, Tumpek Uduh atau Tumpek Bubuh dihaturkan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Sangkara, Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan yang dikonkretkan melalui mengupacarai pepohonan. Memang, menurut tradisi susastra Bali, yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan hidup dan memberikan hasil kepada manusia adalah Hyang Sangkara. Karenanya, ucapan syukur dan penghormatan kepada Hyang Sangkara mesti dilakukan manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh tumbuhan. Dengan demikian, sejatinya, perayaan hari Tumpek Pengatag memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Pada Tumpek Pengatag, momentum kasih dan sayang kepada alam itu diarahkan kepada tumbuh-tumbuhan. Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia. Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Mulai dari pangan, sandang hingga papan.
Karena itu pula, tradisi perayaan Tumpek Pengatag tidaklah keliru jika disepadankan sebagai peringatan Hari Bumi ala Bali. Tumpek Pengatag merupakan momentum untuk merenungi jasa dan budi Ibu Bumi kepada umat manusia. Selanjutnya, dengan kesadaran diri menimbang-nimbang perilaku tak bersahabat dengan alam yang selama ini dilakukan dan memulai hari baru untuk tidak lagi merusak lingkungan.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa para tetua Bali di masa lalu telah memiliki visi futuristik untuk menjaga agar Bali tak meradang menjadi tanah gersang dan kering-kerontang akibat alam lingkungan yang tak terjaga. Bahkan, kesadaran yang tumbuh telah pula dalam konteks semesta raya, tak semata Bali. Visi dari segala tradisi itu bukan semata menjaga kelestarian alam dan lingkungan Bali, tetapi juga kelestarian alam dan lingkungan seluruh dunia. Istimewanya, segala kearifan itu muncul jauh sebelum manusia modern saat ini berteriak-teriak soal upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Jauh sebelum dunia menetapkan Hari Bumi, tradisi-tradisi Bali telah lebih dulu mewadahinya dengan arif.
Hanya memang, perayaan Tumpek Pengatag sebagai Hari Bumi ala Bali menghadirkan ironi tersendiri. Dalam berbagai bentuk, ritual dan tradisi itu berhenti pada wujud fisik upacara semata, dampak keterjagaan terhadap lingkungan Bali tak tampak secara signifikan. Kenyataannya, alam Bali tiada henti tereksploitasi.
Karenanya, akan menjadi menawan, bila Tumpek Pengatag tak semata diisi dengan menghaturkan banten pengatag kepada pepohoran, tapi juga diwujud-nyatakan dengan menanam pohon. serta menghentikan tindakan merusak alam lingkungan. Dengan begitu, Tumpek Pengatag yang memang dilandasi kesadaran pikir visioner menjadi sebuah perayaan Hari Bumi yang paripurna. Bahkan, manusia Bali bisa lebih berbangga, karena peringatan Hari Bumi-nya dilakonkan secara nyata serta indah menawan karena diselimuti tradisi kultural bermakna kental.
Untuk Itu Mari Kita Renungkan Bersama :
1. Sudahkan kah Saya Menanam Pohon dan Menjaga Pohon yang Saya Tanam...?
2. Berapa Pohon kah yang Telah saya Tebang untuk kebutuhan hidup saya....?
3. Berapa % Kah saya Berhasil Mengembalikan Pohon yang selama ini saya Tebang untuk kembali menjaga ekosistem di bumi ini..?
4. Sudahkah saya berhemat dalam pemakaian Resources dari alam...?
5. Mari bersama-sama Selamatkan Bumi kita Untuk Anak Cucu Kita.
Tumpek Kandang - Tumpek Celeng - Menanam Pohon Wujud Nyata Sadar Lingkungan
Ampun Gede Jatine ...?
BalasHapusyang Kemarin ditanam tumbuh dengan subur, semoga cepat besar
BalasHapus