
Hari raya Nyepi sebagai hari raya umat Hindu yang merupakan puncak identitas umat Hindu karena hari raya suci ini satu-satunya yang diakui sebagai hari libur nasional yang dimulai tahun 1983.
Hari raya Nyepi jatuh dalam satu tahun sekali tepatnya pada tahun baru saka. Pada saat itu matahari menuju garis lintang utara, saat Uttarayana yang disebut juga Devayana yakin waktu yang baik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut lontar Sang Hyang Aji Swamandala yang menyatakan bahwa, Tawur (upacara) Bhuta Yadnya atau Tawur Kesanga sebaiknya diadakan pada tilem bulan Chaitra (Tilem Kesanga), sehari sebelum hari raya Nyepi dirayakan.
Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan “'Tahun Baru Hindu” berdasarkan penanggalan/kalender Ḉaka, yang mana dimulai pada tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Ḉaka di Bali dimulai dengan sepi, dari nol....! Tidak ada aktifitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, bahkan pelayanan umum, seperti Bandara Internasional pun tutup, kecuali rumah sakit.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan “Buwana Alit” (alam manusia/microcosmos) dan “Buwana Agung/macrocosmos” (alam semesta).
Sebelum Hari Raya Nyepi, ada beberapa rangkainan upacara yang dilakukan umat Hindu(khususnya di Bali), diantaranya : Melasti, Tawur (“Pecaruan”) dan Pengrupukan.
MELASTI

Pada hari ini, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) di arak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirtha amerta) dan bisa menyucikan segala "leteh" Kotor) di diri manusia dan alam.
Tawur (“Pecaruan”) dan Pengrupukan
Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "tilem sasih kesanga (bulan mati yang ke-9)", umat Hindu melaksanakan upacara “Bhuta Yadnya” di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis "caru" (semacam sesajian) menurut kemampuannya. “Bhuta Yadnya” itu masing-masing bernama “Pañca Sata” (kecil), “Pañca Sanak” (sedang), dan “Tawur Agung” (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Bhuta Kala dan mengembalikan keseimbangan bhuwana agung dan bhuwana alit baik sekala maupun niskala, dan segala “leteh” (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. “Caru” yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 “tanding”/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai “tetabuhan” arak/tuak. “Bhuta Yadnya” ini ditujukan kepada Sang Bhuta Raja, BhutaKala dan Bhatara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.

Hari Raya Nyepi
Keesokan harinya, yaitu pada “Purnama Kedasa” (bulan purnama ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktifitas seperti biasa.
Memaknai Hari Raya Nyepi Sebagai Pengendalian Diri
Seperti telah dijelaskan diatas, hari raya Nyepi merupakan peristiwa peralihan tahun icaka, pada saat itu masyarakat diharapkan merenung (mulat sarira) untuk melihat mana perbuatan baik dan mana yang buruk selama kurun waktu setahun. Menurut etika hari raya Nyepi hal tersebut teimplisit dalam catur Berata Penyepian adalah empat pedoman yang telah ditetapkan dan harus dilaksanakan oleh umat Hindu sebagai wujud pengendalian diri dan mawas diri dengan empat pedoman ( Catur Bratha Penyepian ) Yakni :
1. Amati Geni : Tidak berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api, dan secara batin dimaksudkan untuk mengekang dan mengendalikan diri dari hal-hal yang bersifat negatif seperti mematikan api amarah dan api asmara.
2. Amati Karya : Tidak melakukan pekerjaan Jasmani dan meningkatkan penyucian rohani
3. Amati Lelungan : Tidak bepergian dan tetap mawas diri
4. Amati Lelanguan : Tidak mendengarkan hiburan, melainkan peningkatan pemusatan pikiran kepada Hyang Widi.
Serta bagi yang mampu juga melaksanakan “tapa, brata, yoga dan semadhi.”
Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada, suci dan bersih.
“Tiap orang berilmu (“sang wruhing tattwa jñana”) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga ( menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).”
Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun yang baru. Kebiasaan merayakan hari raya dengan berfoya-foya, berjudi, mabuk-mabukan adalah sesuatu kebiasaan yang keliru dan mesti diubah.
Ngembak Geni (Ngembak Api)
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari “Ngembak Geni” yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari kedua. Umat Hindu bersilaturahmi dengan keluarga besar dan tetangga, saling maaf memaafkan (“ksama”) satu sama lain. (dikutip dari berbagai sumber)
Komentar
Posting Komentar
Mohon komentar mengenai blog ini, atas artikel, segala kekurangan dan kelebihan dalam blog ini demi kemajuan blog ini, Terimakasih...!